Kelabu dibekap Rindu

by - 9:56:00 PM





Kelabu begitu terasa akhir-akhir ini, semenjak keputusan sang Ayah bekerja disana meninggalkan kami disini. Oke! ini memang jalan yang mungkin baik untuk menyambung ekonomi, namun apakah tidak terbesit sedikit pemikiran bahwa bagaimana kami disini nantinya mencukupi kebutuhan rindu kami padamu, Ayah.


Beberapa tahun yang lalu setelah kau berhenti berdagang, kau memang hanya menghabiskan hari-harimu dirumah saja. Mungkin sesekali kau pergi mengantar aku, dan anak-anakmu yang lain untuk pergi bekerja. Kau juga terkadang bertukar tugas dengan Mama. Mama yang pergi bekerja sedang kau yang menjaga si kecil dirumah. Semua itu kau jalankan sampai saat ini. Aku enggak pernah tau bagaimana perasaan Ayah selama ini. Jenuh, semrawut, mungkin? entahlah, aku benar-benar tak mengerti. Yang aku tau kau sosok hebat. Kau tak pernah mengeluh dan keluarkan amarahmu pada kami putri-putramu. Kau mendidik kami dengan penuh sabar, kau ajarkan aku menjadi perempuan yang mandiri, kau panduku untuk menjadi wanita yang bisa menjaga harga diri dan nama baik keluarga. Ohh! sungguh begitu besar jasamu dalam hidupku duhai Ayah. Saat ini aku sudah tumbuh sebesar ini, usiaku sudah hampir memasuki 20 tahun. Tetapi satu pelajaranmu yang sampai saat ini belum bisa aku tanamkan didalam kehidupanku, yaitu Mandiri. Kebersamaan antara aku, engkau dan keluarga kita adalah kebahagiaan yang teramat dahsyat yang pernah kumiliki. Kita mampu tertawa, menangis secara bersama. Bahkan kau sering sekali membuat lelucon untuk kami, anak-anakmu, disaat itu ketegasan dalam raut wajahmu telah benar-benar sirna. Wajah ceriamu indah terpancar. Mengingat semua itu, aku menjadi semakin dibekap rindu. 
Suasana rumah ketika ku pulang usai bekerja begitu sunyi. Tak ada lelucon kudapati. Walau baru beberapa hari, rasa kehilanganmu sungguh mengiris hati, Ayah. Selalu terbersit pikiran tak ingin pulang jika sore hari menjelang, namun aku harus pulang. Aku mengingat ada Mama yang mengkawatirkan ku. Ayah, tahukan engkau, saat ini akulah punggung cadanganmu saat ini. Tugas ayah untuk mengantar kakak dan adik-adik menjadi tugasku kini. Aku mulai belajar bangun pagi-pagi sekali. Seperti yang Ayah tahu, aku tak mampu bangun sepagi itu semenjak aku melangkahkan kakiku ke pintu NCS. Jam kerja yang sangat ngulur membuat tabiat malasku semakin teguh. Alarm berkali-kalipun terkadang tak kuhiraukan untuk bangun pagi. Tetapi begitu kau keluarkan suara khasmu untuk membangunkanku, entah mengapa aku langsung reflek bangkit dari kasur malasku dan menyegerakan diri untuk mandi. Ohh, hal itu kini tak lagi kudapati. Ayah, begitu berartinya engkau. Sekarang aku juga merasakan bagaimana engkau bersusah payah melawan rasa kantuk untuk mengantar kakak pergi bekerja dipagi yang buta. Kau tepis segala rasa dingin udara pagi dengan kecintaanmu pada kami, anak-anakmu. Aku salut padamu Ayah.


Hari ini, hari kamis. 5 hari sudah berlalu aku lalui hariku tanpa sosokmu, aku rindu, aku pilu......
Sekali lagi aku harus tahan rinduku ini untuk 5 hari kedepan, karena kau memang berjanji pada Mama bila kau akan pulang 10 hari sekali. Baiklah Ayah, aku hanya mampu berdoa dan berharap segala yang terbaik untuk Ayah disana. Jaga kesehatan Ayah, aku gak mau denger kabar jika Ayah disana tidak baik.
















You May Also Like

2 comment

Instagram